Photobucket"alt="image">
Kamis, 21 Mei 2009

Michael Scofield, mendadak menjadi sorotan dunia setelah usahanya kabur dari penajara Rox River berjalan dengan baik. Sesuai dengan apa yang ia rencanakan matang-matang. Langkahnya ia hitung baik-baik. Mencoba menelusuri apa kelanjutan dari tindakannya apabila ia lakukan sesuatu. Mencoba berfikiran dingin dan menghindari kepala menjadi panas. Cara kerjanya sama seperi angin. Berhembus cepat, kalem, dingin tetapi menyakitkan.

Tujuan Michael hanya satu. Mencoba percaya kepada kakaknya. Masa lalunya sangat gelap. Ibunya meninggal saat Michael masi sulit untuk membedakan mana kalkulus dan mana statistic. Pangkuannya saat itu semakin memberatkan pundak. Ingin ia lempar dari pundaknya dengan tangan kosong. Beban tersebut tak melukai kondisi secara fisik, tetapi semakin-lama semakin melukai mentalnya.

Michael menjadi mudah rapuh. Ingin bergantung tetapi tak ada seseorangpun yang peduli akan sosok kecil Mike. Pandangan selalu kosong menyisiri ruangan seisi rumah. Berat untuk bernafas kalau hidup tidak ada tujuan.

Tapi Lincoln datang. Sang lelaki bijak menghampiri dan menghapus beban yang sudah sekian lama bertengger dipundaknya. Lincoln merasakan kalau tindakannya adalah sebuah kewajiban. Mengelus pelan rambut Michael. Mencoba mengingatkannya akan masa dimana saat terakhir Mrs. Scofield menyisirkan jemarinya keatas kepalanya.

Michael, berambisi untuk bisa kabur dari penjara. Mengajak sang kaka yang sudah ditetapkan akan dihukum mati sebulan kemudian. Resiko ia ambil. Jutaan rencana telah ia siapkan matang-matang. Pendalaman karakter masing-masing narapidana juga sudah ia telusuri latar belakangnya.

Kini kembali kepada Ryan, George Ryan Ross III.

Semua mata akan terbelalak melihat nama ini. Dimanapun anda berada. Tak mudah rasa hasrat ini untuk tidak menengok kearahnya.

Ryan menyihir dunia.

Menyihir dari jubah besar ayahnya.

Selalu duduk manis.

Menunduk merasa kecil disekitarnya.

Ryan, anak sang penguasa.

Anak dari orang nomor satu di Negara ini.

Anak yang lahir dari sel sperma orang terpandang dinegara ini.

Anak terkenal dengan gaya hidup serba mewah.

Anak pujaan setiap orang untuk merasakan diposisinya.

Ryan, adalah anak Arnoldie Ross, Presiden ke 43 negara Schewrland.

Betapa beruntungnya dia.

Bisa merasakan fasilitas dunia nomor satu.

Restoran berpiring emas sudah menjadi cemilan baginya.

Barang-barang termahal yang pernah dijual sudah menjadi kewajiban untuk di rasakan.

Bertatap muka dengan dunia, tak lagi sesuatu yang tabu.

Kini Ryan terlelap diatas kasurnya. Mimpi buruk bukanlah hal baru. Nyaris setiap hari ia menemukan mimpi tersebut. Tapi kini, mimpi Ryan berbeda dari biasanya.

Dia menemukan sosoknya berada disebuah lapangan besar beralaskan rerumputan hijau. Atmosfir dingin menyebar disekelilingnya membentuk sebuah formasi untuh untuk melindunginya dari kehangatan. Angin mulai mengeluarkan nada-nada indah. Menggoyang rumput hingga menjadi alunan music nan indah. Kedua kaki Ryan bisa merasakan empuknya rumput hijau. Kedua kakinya tak lagi bersentuhan dengan karpet kualitas pertama didunia. Karpet diistananya tak seindah ini. Hijau, segar dan begitu nyaman untuk diinjak.

Angin terus bertiup. Menggoyah ilalang besar disekitar Ryan berdiri. Pandangan penuh kabut tetapi Ryan masih bisa melihat keadaan sekitarnya yang begitu indah.

Suara ini sangat indah, mengalahkan suara konser orchestra termahal yang pernah ia saksikan.

Kesejukan atmosfir ini begitu sejuk, mengalahkan sejuknya AC diistananya.

Rumput ini begitu empuk, mengalahkan empuknya karpet kualitas wahid didunia.

Dimana ini ?

Seseorang menariknya dari atas. Ryan terasa seperti boneka dalam permainan koin. Terpental dari surga imajinasinya.

“brrrrrrrrr . . .”

Perlahan Ryan membuka matanya. Mencoba mencerna dimanakah ia sekarang berada. Pandangan menyelusuri sekitar. Ryan membuang nafas. Dia telah kembali kedalam penjaranya.

“Brrrrrrrr . .”

Handphone Ryan berdering tepat dibawah bantal. Dengan malas Ryan mengambilnya.

Tertulis sebuah nama dilayar, Muum.

“Ya?”

“George, ini sudah pukul 8.”

Pukul 8 ? benaknya tak percaya. Ia merasa ini masih dibawah jam tidur. Karna keadaan diruangan tidak selalu bisa dipercaya untuk menentukan sudah pagi atau masih malam kah sekarang ini.

“Diluar masih gelap mum.”

“Diluar memang sedang hujan.”

“Mum, aku masih mengantuk, boleh 15 menit?”

“George, ayolah. Hari ini kau harus menemaniku, kau lupa tanggal berapa sekarang?”

Ryan menarik handphonenya dari telinga, ia lihat layar dan menyadari kalau sekarang tanggal 26.

“Tanggal 26?”

“Yeah, hari pengesahan butik Mow and Mee.”

“Kupikir itu hanya acara mum. Bukan aku.”

“Ayolah George, akan ada banyak wartawan disana. Bulan ini kau belum sempat menampakkan diri didunia entertainment.”

“Mum, aku bukan artis!”

“Ini salah satu tugasmu sebagai anak presiden. Kau harus bisa berbaur dengan masyarakat. Termasuk muncul didepan umum.”

“Tapi aku tidak mau.”

“Kenapa George ?”

Sesaat Ryan berfikir. Ada jutaan jawaban mengapa ia benci muncul di dunia entertaiment.

Sekitar 6 bulan yang lalu, saat acara pesta perayaan hari jadinya kota Moulen, Ryan diajak paksa oleh kedua orangtuanya untuk menghadiri acara tersebut. Acara penuh dansa. Ryan tau apa yang akan terjadi disana kalau ia sampai hadir. Kejenuhan total.

tapi entah setan macam apa yang berbisik ditelinga, akhirnya Ryan mau mengahdiri pesta tersebut.

Ini hanya karna paksaan, Ryan berdansa dengan Penelope, Anak keturunan kerajaan Asia terbesar dari India. Penelope begitu semangat mengarahkan langkahnya dalam berdansa. Kaki Ryan nyaris putus. Ia merasa terseret-seret dalam kesakitan. Dansa bukanlah keahliannya. Ia ingin kabur dari pesta. Tapi usaha itu ia coba padamkan. Pikirkan sesuatu yang indah setelah ini. Pikirkan kalau sekitar satu menit lagi lampu akan padam. Sehingga dia bisa kabur dan menghilang selamanya dari pandangan Penelope.

Sayang, sudah sekitar 5 menit ia terjerat oleh rangkulan Penelope. Ryan memaksa untuk tetap tersenyum hangat, walau udara sedang sangat dingin malam ini. Pandangan Penelope sedikit kabur. Sepertinya dia sudah sulit untuk mengenali wajah Ryan. Ryan memaksakan diri untuk tetap tegap berdiri, berharap penuh kalau orangtuanya akan datang lalu mengajaknya pulang. Kini, wajah Penelope tepat 2inci dari mukanya. Ryan sedikit bingung. Jemari mulai ia kepalkan. Siap-siap kalau Penelope berubah buas.

Kini pandangan Penelope tertuju pada bibir Ryan yang mulai membeku kedinginan. Tak satu kata pun dapat ia lontarkan. Ryan terasa seperti sedang terjerat jeruji besi. Tangan Penelope menuntun Ryan untuk semakin dekat dengannya. Seperti sebuah listrik. Menyambar jantung Ryan. Berdebar kacau tanpa irama yang beraturan.

Ryan sadar, ini saatnya untuk bangun ! sadar.

Dia mendorong Penelope sekeras mungking. Sekeras yang ia bisa.

Lampiaskan amarahmu, Ryan belum berhak untuk melepaskan status keperawanan bibirnya.

Ia tidak akan menyianyiakannya.

Tanpa disadari, paparazzi sudah mengepungnya.

Lampu sinar kamera keluar dengan ganas. Ryan seperti sedang kehujanan.

Dia kehujanan lampu. Badannya memang tidak basah.

Tapi matanya mulai basah.

Ia ingin menjerit.

Ia ingin menangis.

Ia ingin bersandar dibahu seseorang.

Tapi dia mencoba untuk tidak melakukannya.

Ia memohon agar keinginan tersebut jangan dilakukan.

Jangan untuk hal itu.

Keesokannya sosok Ryan mulai ramai didunia entertainment. Dunia informasi cetak maupun televisi. Fotonya bersama Penelope yang hendak menciumnya terpampang jelas dan apik. Komentar-komentar penuh kebohongan mulai terlontar dari berbagai sumber.

“Ryan Ross memang sudah ditunangkan oleh Putri Penelope Hantz.”

Bohong-

“Sekitar 2 bulan lagi mereka akan bertunangan.”

Kata siapa-?

“Tapi Ryan membantah soal tersebut karna ia tahu, dia telah berkhianat kepada Penelope.”

Ini sama saja pembunuhan-

“Ryan Ross menggagalkan misi ayahnya untuk bisa bekerjasama dengan ayah Penelope sang penguasa minyak terbesar didunia.”

Ini-

“George?”

Ryan tersadar. Tadi itu hanya sebuah ulasan masa lalu. Teringat kembali seperti sedang menyalakan sebuah kaset usang kedalam sebuah tape. Ia ingat betul dengan kejadian itu. Ingat betul sakitnya masa itu.

“George, kau bisa ikut tidak ?”

Ryan menelan ludah. Berfikir jawaban apa harus ia lontarkan.

“Badanku sedikit demam. Mungkin lain waktu.”

“Kau sudah bilang Tonie.” Tonie, pengasuh Ryan semenjak ia lahir kedalam dunia.

“Tidak, tidak usah.”

“Kau butuh obat, nak.”

“Tidak perlu mum, aku hanya perlu istirahat penuh.”

“Kau yakin ?”

“Yakin.” Ryan memencet tombol merah pada keypad. Mendorong badannya hingga menyentuh kasur. Kepala itu terasa sangat nyaman ketika menyapa bantal. Dia memikirkan kejenuhan apalagi yang akan ia lalui hari ini. Dia berfikir. Memjamkan mata dan mulai berfikir.

Apa yang harus aku lakukan hari ini ?

Duduk didepan jendela lagi ?

“brrrrrr . . .”

Getaran itu berasal dari handphone milik Ryan. Dia membuka mata untuk kedua kalinya.

Nama ‘Dad’ tertera dalam layar.

“Hei dad.”

“Hey George.”

“Hai.”

“apa kabar?” pertanyaan standar. Ryan jenuh menjawabnya. Ia ingin ada sebuah mesin penjawab khusus untuk mewakili suaranya dalam menjawab pertanyaan ayahnya itu.

“Baik.”

“Mum bilang kau sedang demam.”

“Yeah, aku hanya butuh istirahat dad.”

“Kau yakin ?

“Yeah.” Ryan mengangguk seorang diri.

“Okey, mungkin malam ini dad tidak akan bisa pulang.”

“Aku memakluminya.”

“Besok aku akan ke Norwegia. Mau pesan apa?”

“Tidak usah.”

“Kau yakin ? tidak mau gantungan kunci ?”

“Kau cukup beli satu untuk itu.”

“Okey, satu gantungan kunci.”

“Dah, dad.”

“Dan-“ Ryan masih mendengarkan ayahnya dalam telepon.

“I love you, Ry.”

“Yeah, bye.”

Seperti ada yang menusuk dadanya dari belakang. Pisau tajam tersirat itu seperti sedang mencabik-cabik punggung belakang. Tak setetes darah pun keluar dari tubuhnya.

Pesan terakhir dari sang ayah ia abaikan. Dia abaikan perasaan cinta ayahnya dengan memutuskan komunikasinya di telepon. Ryan bukanlah anak baik. Anak baik yang semsetinya memberikan lusinan cinta kepada ayahnya. Sebagai rasa terima kasih telah memunculkannya didunia ini. Merawat tarikan nafas setiap hari. Berupaya agar Ryan tak pernah kelaparan. Setidaknya, ayah telah memelihara jiwanya hingga kini.

Tetapi apa yang Ryan berikan ?

Hanya salam perpisahan pahit.

Inikah balasan dari seseorang yang membesarkannya hingga kini?

Ryan tidak mau berfikir panjang.

Ini sudah biasa, menolak perasaan agar tidak terlalu dalam.

Kedua mata mulai terpejam.

Memikirkan agenda hari ini.

Hari ini hari jum’at.

Hari dimana tak ada satu aktivitas pun selain datang ke acara pesta tak berguna pada malam hari.

Sekarang masih pagi.

Jarum-jarum tersebut masih berputar letih pada porosnya.

Ini masih pukul 8 pagi.

Haruskah Ryan menutup matanya lagi jauh lebih lama?

Inilah waktu paling tepat untuk menyusun rencana pelarian dirinya dari sini.

Dari penjara-manis tempat dia dibesarkan.

Apa yang harus ia lakkukan?

Ia mencoba memanggil akalnya yang masih tidur.

Berfikir keras mencari titik muncul untuk tindakan awal.

Mencari cetak biru, denah sekaligus peta rumah ini.

Dimana dia mendapatkannya ?

Hanya ada satu kemungkinan.

Di folder rahasia milik ayah.

Segera dia mencari laptopnya.

Membuka layar dengan semangat.

Menunggu cemas ketika layar mulai standby.

Matanya serius. Memandangi layar.

Jarinya bernari-nari diatas keyboard.

Masuklah dia didata rahasia milik dunia.

“Denah istana Schewrlord.”

Enter

Tak samapi sedetik jutaan data terpampang dilayar. Sulit rasanya untuk menghitung secara manual berapa juta data tertera disana. Tapi Ryan mengerti data yang mana harus ia buka.

Denah istana Schewlord

Letak Geografis Istana Schewlord

Seluk beluk tatan Istana Schewlord

Struktur tanah Istana Schewlord

Tata ruangan Istana Scewlord

Peta umum istana Schewlord

Jalur pintu darurat Istana Schewlord

Seluk beluk tempat intim Istana Schewlord

Ryan tersenyum. Tidak pernah dia sebahagia ini. Peta ini mengalahkan kehebatan hadiah saat dia berulang tahun ke 8. Dimana saat itu ayahnya hanya membelikan sebuah boneka Nutrecker dan mobil control. Barang tersebut adalah barang umum yang sepertinya masing-masing anak didunia memiliki.

Dia masukkan kedalam flash disk. Copy-paste.

Ryan segera keluar ruangan. Mencari alat pencetak input kedalam output. Dia tidak suka meletakkan sebuah barang besar berbobot berat. Dia lebih suka mencetak segala input disebuah ruangan terdekatnya, ruang refrensi keluarga.

Saat dirinya berada ditengah lorong, dia melihat, sebuah suara gaduh dari ruang refrensi. Langkahnya melemah dan ketukan perlahan bersatu dengan karpet. Nyaris tak bersuara.

“Hey Mister Ross.” Sapaan dari seseorang. Ryan sedikit terlempar kaget akan kehadiran sosok tersebut. Rupanya itu sam, pengawal yang menjaganya ketika ia pawai disebuah kota Lime dekat Mowgil.

“Hey Sam.” Sam sedikit terkejut, jarang ada seorang atasan bisa mengucapkan secara lancar nama panggilannya itu. Sam merasa telah dihargai oleh tuannya. “Sedikit hiburan. Letih menatap layar monitor seharian.”

“yeah, aku bisa mereasakannya.”

“Tidak dipakai ?” Ryan mengarahkan pandangannya kearah komputer kosong didepannya. Sam mundur selangkah, memberikan celah kepada Ryan untuk bisa berjalan lurus kearah komputer tersebut.

“Silahkan.” Ryan tersenyum, tersenyum dalam dua arti, keramahannya terhadap Sam dan Kebahagiannya terhadap apa yang telah ia temukan sebelumnya. “Mungkin kau bisa mengisyaratkanku untuk mencetak semuanya, sesudahnya akan aku antarkan tepat didepan ruangan anda mister Ross.”

Ryan menggeleng keras, dia tidak mau rahasia negara ini menjadi bocor karna oknum sipil. Apalagi data yang ia temukan bukan data biasa, tetapi data rahasia negaranya sendiri mengenai denah rumahnya.

“Thanks Sam.”

“Sama-sama.”

“Do you mind ?” Ryan ingin sendiri, mencari udara penuh diruangan besar ini. Sam mengerti dan segera meninggalkan ruangan. Setelah diluar pintu ia tutup perlahan pintu ruangan. Suara gema mulai sedikit menggelegar.

Segera ia masukan Flash Disk kedalam lubang port USB. Sedikit proses dan keluarlah menu. Memasuki data, sedikit memeriksa dan PRINT.

Lembaran demi lembaran keluar dari printer tepat disebelah kanannya. Lembaran tersebut berisikan garis-garis hitam yang membentang dari sisi atas serta samping. Sebuah kotak-kotak berjejer rapih berikut nama keterangannya.

Ryan sangat siap untuk ini,

Ryan sangat siap untuk kabur.


09.09