Photobucket"alt="image">
Sabtu, 28 Maret 2009

Ryan hanya bisa memandang dari jendela kamarnya. Bernadai kalau dirinya dapat menari diluar dunia sana. Bernyanyi didunia luar sana. Tertawa diluar dunia sana. Akankah ?

 

Gelengan keras akan kita berikan sebagai jawaban pastinya. Sulit sesosok Ryan Ross dapat bisa keluar dari gerbang pembatas antara dunianya dan dunia luar.

 

Ini sama saja seperti mencari sebuah emas melalui pagar besi dengan api yang berkobar liar.

Ini sama saja seperti meletakkan sebuah telur kramat melalui sekat pembatas sebuah aliran listrik dengan kekuatan volt tinggi.

Dan ini sama saja seperti kabur dari penjara.

 

Ryan Ross bukanlah seorang Superman yang mampu menahan panasnya api.

Ryan Ross bukanlah seorang Electricman yang justru menyukai listrik

Dan

Ryan Ross bukanlah seorang Michael Scofield yang dapat memahami betul seluk beluk penjara dan memiliki kecerdasan tinggi dalam masalah susunan strategi untuk bisa kabur dari penjara.

 

“Semua itu maut, Mustahil untuk bisa dilalui. Sama saja menghampiri kematian.”

 

Jutaan channel televisi telah ia saksikan.

 

Pedasnya kehidupan dunia luar,

Kerasnya kehidupan dunia luar,

Beratnya kehidupan dunia luar

Sulitnya kehidupan dunia luar,

 

Nyaris semua kepedihan itu telah ia saksikan, sayangnya, ia tidak bisa merasakan kepedihan itu secara langsung.

 

“Pasti ada kehidupan lain disana.” Ia hanya bisa berbicara dengan batinnya sendiri. Hanya jendela mewakili sosok sahabatnya selama ia hidup.

 

Lamunannya kini buyar, seseorang membuyarkannya.

“Tuan Ross, ini saatnya makan siang.” Lelaki setengah abad bertutur kata yang baik .  kehadapannya. Jas hitam kelam dengan kerah kemeja putih tak tersentuh sejengkalpun olehnya. Semua terlihat sempurna. Sedikit menunduk dengan senyum sopan. Ini suatu hal yang seharusnya ia tidak usah lakukan tepatnya jangan ia lakukan. Ini seharusnya pekerjaan Ryan, lebih muda setengah tahun darinya.

Pandangan jenuh jelas tersurat dari wajahnya. Ryan masih ingin duduk disini. Memandang langit dan berbicara mengenai masa depan.

 

“Okey, Robb. 15 menit aku akan kesana.” Ryan kembali duduk. Kembali kebenang merah, melanjutkan lamunannya.

 

Aku jenuh berada disni,

Aku jenuh dengan keadaan ini,

Aku jenuh dengan rutinitas ini,

Aku jenuh dengan panggilan makan siang,

Aku jenuh berbicara sendiri tanpa ada respon dari seseorang,

Aku jenuh bernafas tanpa tujuan,

Aku jenuh bermain dengan lamunanku,

Aku jenuh hanya bisa memandang dunia luar melalui saluran televisi,

Aku jenuh untuk selalu duduk dan memandang keluar jendela,

Aku jenuh hidup.

 

Lamunannya terhenti sekali lagi. Ryan merasa kalau hidupnya sia-sia. Berlindung di bahu besar ayahnya yang kini dipuja banyak rakyat.

 

Bagaimana kalau kelak ayahnya akan tiada?

 

“Ross, klan Ross memang dipilih untuk bisa mengatur segalanya.” Kata bijak ayahnya melintasi akal sehatnya.

 

Mengatur segalanya ?

Apa ia mereka ditakdirkan juga untuk bisa mengatur hidup ?

Mengatur hidup diruang lingkup penuh kejenuhan seperti ini ?

 

Takdir hanya diam beribu bahasa, tak satupun kata jawaban yang bisa menenangkan hatinya. Takdir, hanya sebuah pikulan berat pada bahu. Kini mereka tidak lagi membantunya untuk bisa berdiri kokoh diatas tanah ini.

 

Takdir, mereka hanya beban.

 

Ketukan terdengar cukup kencang dari pintu kamarnya. Ryan nyaris terloncat kaget. Tapi untungnya Ryan bisa sedikit bekerjasama dengan refleksinya itu.

 

“Tuan Ross.” Terdengar suara Robbie, Lelaki tua yang sebelumnya sudah menghampirinya untuk mengajaknya makan siang bersama diruang makan. “makanan sudah tertata rapih dimeja makan. Ibumu juga sudah duduk diruang makan.”

 

Ibu, Ryan masih memiliki ibu. Setidaknya ia masih berada ditempat yang beruntung. Orang tua masih lengkap.

“yeah, aku akan keluar.”

 

Ryan segera berdiri. Mencoba melangkah cepat mengahmpiri pintu. Membukanya dan melangkah gontai ke arah ruang makan. Kakinya terasa seperti tersangkut sebuah batu besar yang segaja disangkutkan pada kedua kakinya. Ia merasa seperti tahanan narapidana jaman beradaban dulu. Dimana negaranya masih berjuang mengalahkan para penjajah.

 

Kamarnya tak cukup jauh dengan ruang makan. Tapi langkahnya seperti sia-sia. Dia berfikir kalau langkahnya sudah cukup untuk tiba disana, realita, ia melihat perjalanan langkah yang harus ia tempuh masih jauh.

 

Tibalah diambang sekat pemnbatas antara sebuah lorong dengan ruang makan. Warna merah mencolok yang menjadi dasar warna dinding ruang makannya sudah cukup membuat matanya pedas dari kejauhan. Terlihat tataan makanan penuh lemak, protein dan karbohidrat serta vitamin tertata rapih diatas meja panjangnya.

 

Ryan mulai memasuki atmosfer itu. Ditemukannya sesosok wanita berwajah mirip sepertinya duduk diujung meja. Terlihat kontras untuk dilihat diruang besar ini. Karna sosoknya yang kecil terlihat begitu besar.

 

“Ryan, mari duduk.” Wanita itu adalah Mrs.Ross, Melanie Ross.

Ryan melangkah pelan membimbing kakinya untuk mendarat ditempat biasa ia duduk apabila sedang makan diruang makan. Ditarik kursinya oleh sang wanita berseragam unik dengan topi konyolnya. Ryan berterima kasih dan duduk perlahan diatas bantalan empuk.

 

“Hey Ryan.”

“Hey Mum.” Wanita berseragam unik itu menyendokkan 2 senodk sup kedalam mangkuknya. Kepulan asap keluar dari mangkuk.

“Bagaimana keadaan hari ini?”

Ini menjenuhkan, jutaan kali mum selalu bertanya seperti ini.

“Semua berjalan baik. Hanya tadi Mrs. Puff tidak dapat hadir. Sebuah tugas diberikan olehnya.”

“Mrs. Puff tidak hadir ?” Intonasi Mrs. Ross sedikit menlonjak.

“No, No. mum ! tidak usah lagi. Mrs. Puff tidak hadir karna ada pertemuan kongres guru.”

“Dia itu kan guru privat.”

“Dia juga seorang guru honorer disekolah pusat kota.”

“kaupikir totalnya kurang?”

“Bukan mum, please, Mrs. Puff hanya mencintai muridnya saja. Ia tidak bermaksud untuk menambah gajinya.”

“Tapi itu merugikanmu, nak.”

“Noooo, don’t !”

 

Mrs. Ross segera menghentikan dialognya sementara. Mencerna perkataan Ryan dalam-dalam.  hanya mencintai muridnya saja. Ia tidak bermaksud untuk menambah gajinya.

“Nanti sore kau ada ekonomi kan?”

“Yeah.” Aku benci ekonomi.

“Mr. Towand bilang kepadaku kalau otakmu sederajat dengan anak-anak pemenang olimpiade, dan ia menganjurkan kau untuk masuk dalam kompetinsi olimpiade antar dunia.

 

“Antar dunia?”

“Yeah, keren bukan ?

 

Lehernya terasa ada sebuah ganjalan besar. Dengan sekuat tenaga Ryan mencoba untuk menelannya bulat-bulat.

 

“Yeah, Sangat keren.” Jawabnya berat.

 

*********************************************

Hari ini tak ada yang special dalam hidupnya. Panjang waktu dari detik pertama tepat jam 12 malam hingga 11.59 malam menjemput tak ada satupun yang Ryan dapat masukan kedalam buku hariannya.

 

Livejournal, Buku harian modernnya hanya memiliki 6 postingan. Dimana event tersebut berlangsung sekitar setahun lalu. Miris memang, tapi inilah kehidupan George sesungguhnya. Tak lengkap walau segalanya ada, merasa kecil akan pengalaman hidup tak pernah kunjung menghampirinya.

 

“Aku harus kabur.”

 

Dia menggeleng, berusaha mengeluarkan ide buruk itu dari pikirannya. Hal tersebut sangat mustahil, Sangat.

 

Kau akan menemukan kehidupan baru disana, Ross

 

Lagi, dia menggeleng. Batinya tak lagi bisa mengembalikkanya ke pikiran sehat.

 

Kau harus Ross, kau harus.

Ryan mencoba menutup kedua matanya kuat-kuat. Berusaha mengalahkan bisikan sesat.

 

Kau mau hidup hanya untuk duduk, berlindung dan . . .

 

Kini Ryan mencoba menutup telinganya. Bibirnya beradu perang. Kerutan menyebar diwajahnya. Keringat mulai melintas disekujur punggungnya.

 

. . . menanti ajal ?

 

Ajal ?

Itukah akhir bujukannya ?

Apakah Ryan tergugah ?

 

Tak lama kemudian Ryan membuka kedua matanya pelan-pelan. Secara halus dia membuka mulutnya. Merasakan oksigen mengalir dari mulutnya. Kedua telinga tak lagi tuli untuk mendengar. Darah terasa mengalir dari kepalanya hingga jempol kaki.

 

Ross

 

Ryan mencoba mendengar perintah dari hati nuraninya sendiri.

 

Kau harus pergi,

 

Kedua bola mata coklat itu perlahan terbuka semakin lebar.

 

Apapun resikonya, kau harus pergi.

 

Guncangan mulai terjadi antara akal sehat dengan hasrat.

Akal sehat mencoba mengatakan jutaan resiko yang kelak akan ia hadapi,

Hasrat mencoba menggodanya betapa indahnya kehidupan diluar sana.

 

Hey, Ross.

Diluar sana akan ada banyak alunan musik,

Suara tarian senar gitar,

Jutaan inspirasi,

Dan tentunya . . .

 

Kau akan menemukan banyak pelajaran hidup diluar sana.

 

Perjuangan akal sehat Ryan hanya sampai disini. Hasrat telah mengusai sepenuhnya. Bendera kemerdekaan mulai hasrat kibarkan. Bujukan manis tak akan pernah membisikan penyesalan kelak nanti. Ryan ingin pergi.

 

Ryan ingin kabur.

 

Dan dia harus merencanakan hal ini matang-matang.


23.24


We Envy you, Bro . So, envy. But why you have a plan to escape from those ?

Those Happiness, Those satisfaction, Those all around from yours.

 

We Envy you, George Ryan Rose III.


23.23

Sabtu, 07 Maret 2009

"Kabur, melarikan diri, mencari kehidupan baru, menata hidup dan mencoba meraih cita-cita.
menghindar dari tempat perlindungan, mencoba menghapus jejak dan melupakan segalanya."

Ryan Ross, teguh dengan ambisinya. dia mencoba untuk bisa kabur dari lingkungan kerajaannya. dia jenuh dengan apa yang ada disekelilingnya. Mencoba mencari sesuatu yang baru. hitung-hitung pengalaman hidup.

"Kejenuhan telah meluap-luap dari benakku. kali ini, sulit untuk menahannya."

Anak presiden besar negara Schewlost ini mempunyai rencana panjang yang sudah dipersiapkan matang-matang. kemungkinan resiko terbesarnya sudah ia mantapkan untuk menerimanya. yang harus ia lakukan kini adalah, kabur.


    07.09